Ekonomi Bisnis

Tarif Cukai Dua Digit Suburkan Rokok Ilegal, Rumusan CHT 2025 Perlu Dikaji Ulang

4
×

Tarif Cukai Dua Digit Suburkan Rokok Ilegal, Rumusan CHT 2025 Perlu Dikaji Ulang

Sebarkan artikel ini
Tarif Cukai Dua Digit Suburkan Rokok Ilegal, Rumusan CHT 2025 Perlu Dikaji Ulang

JAKARTA – Kenaikan tarif Cukai Hasil Tembakau ( CHT ) yang mana berlebihan secara terus-menerus dinilai akan memberatkan pelaku sektor hasil tembakau (IHT). Namun, apabila pemerintah masih ingin melanjutkan rencana kenaikan cukai, beberapa jumlah pihak merekomendasikan agar kenaikannya moderat, tak lebih lanjut dari dua digit kemudian sesuai dengan tingkat pemuaian pada waktu ini.

Hal yang disebutkan lantaran kebijakan kenaikan CHT pada tahun 2023-2024 justru membuat polemik baru. Tidak belaka menyebabkan turunnya realisasi penerimaan negara dari CHT tetapi juga memperbesar perpindahan konsumsi ke rokok ilegal. Dalam laporannya, Kementerian Keuangan menjelaskan penerimaan negara dari CHT sepanjang 2023 -2,35% (YoY) berubah menjadi hanya saja Rp213,48 triliun dibandingkan dengan periode sebelumnya.

Kepala Center of Industry, Trade, and Investment INDEF Andry Satrio Nugroho berpendapat bahwa apabila ingin meninggikan tarif cukai di tahun 2025, pemerintahan penting meninjau kembali rumusan yang tersebut membentuk tarif cukai. Rumusan yang mana baku, transparan, dan juga jelas sangat berpengaruh pada penerimaan negara dan juga juga keberlangsungan dari IHT itu sendiri

“Pertumbuhan ekonomi, inflasi, kemudian komponen kebugaran dijadikan pada waktu ini bagi para pemerintahan pada menentukan besaran cukai CHT. Misalnya semata dengan asumsi perkembangan perekonomian pada 2025 mencapai 5%, setelah itu pemuaian di dalam nomor 3% juga faktor kesahatan tidaklah tambahan dari 1%, sehingga semestinya tarif CHT di dalam kisaran 9%. Sehingga pelaku bidang usaha bisa saja lebih besar bersiap untuk meninggal setorannya pada negara. Karena implikasinya dengan kenaikan tarif cukai yang digunakan dua digit yang dimaksud produksi dari lapangan usaha hasil tembakau itu turun dan juga penerimaan negara pada bentuk cukai hasil tembakau itu juga otomatis menurun,” ungkap Andry.

Dia melanjutkan, pengendalian konsumsi rokok tiada semata-mata terletak pada tarif cukai semata tetapi juga pada insentif serta fiskal. Apalagi kenaikan cukai yang eksesif bagi IHT akan berdampak ke sektor lain yang terkait seperti pertanian, padat karya, tenaga kerja, kemudian juga ritel.

“Sampai pada waktu ini belum ada arah yang mana jelas kesana dan juga masih bersifat memaksa. dikarenakan kalau kita hanya saja fokus pada kenaikan tarif cukai pasti akan berimplikasi pada meningkatnya rokok ilegal,” jelasnya.

Sebab ketika cukai naik terlalu tinggi, harga jual rokok pun dengan segera mengambil bagian meningkat. Sementara itu pabrikan tidak ada dapat begitu aja mengalihkan beban kenaikan tarif cukai secara secara langsung juga serentak terhadap konsumen. Hasilnya konsumen “terpaksa” berpindah ke rokok yang tersebut lebih tinggi terjangkau lalu malah membuka kesempatan bursa yang digunakan lebih banyak luas bagi peredaran rokok ilegal.

Tingginya peredaran rokok ilegal pun terlihat dari penindakan yang mana direalisasikan Bea Cukai sepanjang 2023. Melalui Operasi Gempur Rokok Ilegal tahap dua ditemukan peredaran rokok ilegal melalui PJT mengalami peningkatan dengan total barang hasil penindakan mencapai 73,5 jt batang.

“Kami menganggap estimasi rokok ilegal yang mana disurvei oleh Bea Cukai masih tergolong rendah. Karena etika rokok ilegal terus meningkat tentu cerminan yang tersebut buruk terhadap Bea Cukai. Padahal kalau kita berbicara rokok ilegal tidaklah cuma tupoksi Bea Cukai tapi sudah ada masuk kejahatan internasional atau kejahatan cross border,” tegas dia.

Artikel ini disadur dari Tarif Cukai Dua Digit Suburkan Rokok Ilegal, Rumusan CHT 2025 Perlu Dikaji Ulang