Ekonomi Bisnis

CORE: Tekanan daya beli serta konsumsi gerus permintaan kredit UMKM

31
×

CORE: Tekanan daya beli serta konsumsi gerus permintaan kredit UMKM

Sebarkan artikel ini
CORE: Tekanan daya beli juga konsumsi gerus permintaan kredit UMKM

Belanja penduduk kelas menengah ke bawah berisiko tertekan seiring dengan kenaikan biaya cicilan setelahnya adanya pandemi COVID-19…

Jakarta – Direktur Studi Center of Reform on Economics (CORE) Tanah Air Etika Karyani menyatakan tekanan daya beli dan juga konsumsi dapat menggerus permintaan kredit UMKM sekaligus mengancam kualitas kredit.

"Belanja masyarakat kelas menengah ke bawah berisiko tertekan seiring dengan kenaikan biaya cicilan pasca adanya pandemi COVID-19, ke mana respons penyesuaian suku bunga kredit terhadap kenaikan suku bunga acuan oleh bidang perbankan juga akan mempengaruhi daya beli rakyat mendatang," kata Etika pada Jakarta, Selasa.

Oleh sebab itu, diharapkan Bank Tanah Air (BI) mampu menyesuaikan dengan penurunan kenaikan harga dan juga perbankan harus merevisi panduan penyaluran kredit misalnya melakukan rekstrukturisasi kemudian negosiasi agar perkembangan kredit UMKM kekal bertambah meskipun tiada agresif.

Dalam Webinar Pertumbuhan Kredit ke Tengah Ancaman Risiko Global, Etika menuturkan belanja kelas menengah dan juga bawah masih ditopang oleh tabungan. Fenomena makan tabungan sejak kuartal IV-2023 itu juga mengindikasikan adanya pelemahan pada daya beli.

"Dengan demikian maka kita dapat memaparkan bahwa cicilan utang meningkat, daya beli masyarakat menengah ke bawah ini kian tergerus dikarenakan adanya peningkatan pendapatan merek bukan sejalan dengan naiknya harga-harga," tuturnya.

Selain kelas menengah, yang berkontribusi pada pergerakan perekonomian adalah UMKM. UMKM berperan sangat besar untuk pertumbuhan perekonomian dengan jumlahnya mencapai 90 persen dari keseluruhan unit usaha dimana pada tahun 2023 pelaku usaha UMKM telah mencapai sekitar 66 jt dan juga memberikan partisipasi bermetamorfosis menjadi mencapai 60 persen dari pendapatan domestik bruto Indonesia.

Menurut dia, UMKM terus menghadapi hambatan pada mengakses kredit atau kesulitan di mendapatkan pembiayaan.

Di sisi lain, penyaluran kredit UMKM masih pada tahap pemulihan setelahnya pandemi Virus Corona sehingga wajib memang sebenarnya adanya perbaikan dari sektor riil.

Selain itu juga, kemungkinan akses market kemudian suku bunga yang dimaksud membesar itu telah dilakukan menyulitkan debitur melunasi pembayarannya. Kenaikan suku bunga bank sentral per 24 April 2024 bermetamorfosis menjadi 6,25 persen mampu menyebabkan terkereknya biaya dana (cost of fund) pada perbankan.

"Mereka kemudian nanti mengantisipasinya dengan meninggal suku bunga kredit untuk meringankan beban biaya dana," ujarnya.

Di sedang suku bunga acuan yang mana meningkat ke mana BI-Rate berubah menjadi sebesar 6,25 persen, bank dapat memanfaatkan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) Bank Indonesia.

Namun, penting bagi otoritas pengawas serta bank untuk secara hati-hati menjalankan dan juga memitigasi risiko-risiko penurunan likuiditas, gagal bayar, profitabilitas bank melalui pengawasan yang mana ketat, penilaian risiko yang tepat, kemudian penerapan praktik manajemen risiko yang dimaksud efektif.

Sebelumnya, pada April 2024 Bank Tanah Air (BI) meningkatkan suku bunga acuan atau BI-Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 6,25 persen untuk menguatkan stabilitas nilai tukar dan juga menjaga dari perkembangan kegiatan ekonomi dari dampak rambatan global.

Artikel ini disadur dari CORE: Tekanan daya beli dan konsumsi gerus permintaan kredit UMKM