Berita Tanah Air

Draf Revisi UU Penyiaran Dinilai Ancam Demokrasi, YLBHI: Berpotensi Jadi Alat Kekuasaan

25
×

Draf Revisi UU Penyiaran Dinilai Ancam Demokrasi, YLBHI: Berpotensi Jadi Alat Kekuasaan

Sebarkan artikel ini
Draf Revisi UU Penyiaran Dinilai Ancam Demokrasi, YLBHI: Berpotensi Jadi Alat Kekuasaan

JAKARTA – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Nusantara (YLBHI) mengkaji polemik pembahasan draf revisi Undang-Undang (UU) Penyiaran sudah mengancam iklim demokrasi lalu kebebasan pers dalam Indonesia. Hal ini ditegaskan oleh Ketua YLBHI, M Isnur.

“Sejumlah pasal multitafsir kemudian sangat berkemungkinan digunakan oleh alat kekuasaan untuk membatasi kebebasan sipil serta partisipasi publik,” kata Isnur di pernyataan tertulisnya, Hari Jumat (17/5/2024).

Isnur menyebutkan, Pasal 50 B Ayat (2) huruf c RUU Penyiaran terkait larangan liputan investigasi jurnalistik berubah menjadi salah satu klausul yang mana multitafsir. Menurutnya, keberadaan klausul itu sudah merugikan masyarakat.

“Hal ini jelas merugikan masyarakat, sebab, di lingkup pemberantasan korupsi, barang jurnalistik kerap berubah menjadi kanal alternatif untuk membongkar praktik kejahatan atau penyimpangan tindakan pejabat publik,” terang Isnur.

Sebelumnya, Ketua Komisi I DPR, Meutya Hafid menegaskan, sampai ketika ini revisi UU tentang Penyiaran belum ada. Dia menyebutkan, yang tersebut berubah menjadi polemik belakangan ini belaka sebatas draf saja.

“RUU Penyiaran ketika ini belum ada, yang digunakan beredar ketika ini adalah draf yang kemungkinan besar muncul di beberapa versi lalu masih amat dinamis. Sebagai draf, tentu penulisannya belum sempurna serta cenderung multitafsir,” kata Meutya di keterangannya, Kamis (16/5/2024).

Legislator Partai Golkar itu menjelaskan, tahapan draf revisi UU Penyiaran ketika ini masih pada Badan Legislasi (Baleg). Sehingga, belum ada pembahasan dengan pemerintah.

PWI menyatakan secara tegas bahwa larangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi yang tercantum di Pasal 50B Ayat (2) huruf C, pada berkas RUU Penyiaran hasil Rapat Badan Legislasi DPR 27 Maret 2024, menunjukkan bahwa penyusun RUU melakukan pelanggaran berhadapan dengan Pasal 4 Ayat (2) dari UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Pasal 4 yang disebutkan jelas mengatur bahwa terhadap pers nasional tidak ada dikenakan pelarangan penyiaran, lalu apabila hal yang dimaksud direalisasikan akan berhadapan dengan tuntutan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.

Artikel ini disadur dari Draf Revisi UU Penyiaran Dinilai Ancam Demokrasi, YLBHI: Berpotensi Jadi Alat Kekuasaan