Ekonomi Bisnis

Global Kocar-kacir Banjir Layanan China, Nilainya Tembus Nyaris Rp5.000 Ribu Miliar

21
×

Global Kocar-kacir Banjir Layanan China, Nilainya Tembus Nyaris Rp5.000 Ribu Miliar

Sebarkan artikel ini
Global Kocar-kacir Banjir Layanan China, Nilainya Tembus Nyaris Rp5.000 Ribu Miliar

JAKARTA – pemerintahan di dalam seluruh planet semakin takut dengan kebangkitan kegiatan ekonomi china yang dimaksud tak terbendung. Penaklukan Tiongkok di skala global ditandai dengan ekspor barang secara besar-besaran, menciptakan ketidakseimbangan perdagangan yang tersebut mengkhawatirkan. Surplus perdagangan China yang dimaksud sangat besar telah terjadi mengakibatkan sejumlah reaksi internasional.

Pada Juni, ekspor China secara global mencapai USD308 miliar atau setara Rp4.972 triliun, menandai peningkatan selama tiga bulan berturut-turut, sementara impor turun berubah menjadi USD209 miliar. Situasi ini menciptakan rekor surplus perdagangan sebesar USD99 miliar, yang dimaksud memperburuk ketidakseimbangan perekonomian dengan mitra dagang China. Surplus ini sebagian besar dipicu oleh lemahnya permintaan domestik, yang tersebut memacu China untuk beralih ke bursa luar negeri untuk memasarkan produknya.

Namun, dinamika ini harus dibayar mahal. Menanggapi banjirnya barang China ini, beberapa negara, salah satunya Amerika Serikat, Uni Eropa, kemudian Brasil, sudah memberlakukan pajak baru untuk impor China, khususnya untuk kendaraan listrik lalu peralatan rumah tangga. Ketegangan perdagangan ini adalah gejala dari kelesuan yang mana lebih tinggi dalam. China menggunakan surplus perdagangannya untuk mengimbangi permintaan domestik yang digunakan lemah lalu lingkungan ekonomi real estat yang dilanda krisis. Jatuhnya biaya apartemen, yang merupakan bagian besar dari tabungan rumah tangga china, sudah pernah menghurangi konsumsi domestik, memaksa negara ini untuk mengekspor lebih besar banyak agar ekonominya terus bertahan.

Strategi Keuangan

Keuangan memainkan peran sentral pada strategi RRT untuk mempertahankan peningkatan ekonominya. Dengan jutaan penduduk yang ingin menabung sebagai respons terhadap krisis real estat, otoritas China sudah mengalihkan pinjaman bank dari sektor real estat ke sektor manufaktur.

Pinjaman bank baru untuk peminjam lapangan usaha mencapai USD614 miliar selama dua belas bulan hingga Maret, enam kali tambahan berbagai daripada pinjaman tahunan untuk peminjam ini sebelum pandemi. Realokasi besar-besaran sumber daya keuangan ini merupakan upaya untuk mengimbangi perlambatan pangsa real estat dengan meningkatkan produksi industri.

Namun, kebijakan ini bukannya tanpa risiko. Kelebihan kapasitas manufaktur dapat menyebabkan penurunan biaya hasil ekspor, memperburuk ketegangan perdagangan yang mana telah ada dengan mitra-mitra asing. Selain itu, berfokus pada ekspansi bidang daripada menstimulasi permintaan domestik dapat menambah masa berlaku hambatan sektor ekonomi RRT pada jangka panjang.

Para pejabat China berharap bahwa peningkatan ekspor akan menyebabkan pabrik-pabrik permanen beroperasi serta menciptakan lapangan kerja, tetapi ketergantungan yang berlebihan pada pangsa luar negeri dapat berubah menjadi bumerang apabila hubungan perdagangan terus memburuk. Sebuah kutipan dari pakar ekonomi Bruce Pang merangkum situasi ini dengan baik:

“Rekor surplus juga dapat menyebabkan merekan yang cepat menganggap kelebihan kapasitas manufaktur China serta praktik dumping yang digunakan dirasakan untuk meningkatkan perdagangan,” kata beliau dilasnir dari Contribune, Hari Senin (15/7/2024).

Artikel ini disadur dari Dunia Kocar-kacir Banjir Produk China, Nilainya Tembus Nyaris Rp5.000 Triliun